Cerita Lesbian Lisa Dan Felicia menceritakan Sebut saja namaku
Lisa, sudah setahun lebih ini aku pindah sekolah ke luar negeri,
tepatnya di New York Amerika Serikat. Hidup di New York bersama abang
memang cukup nikmat, paling tidak di sekitar apartemen kami lokasinya
aman dan bersahabat, dan tidak perlu khawatir jika kebetulan aku jalan
sendirian di malam hari. Sekolahku adalah SMA publik, dan murid-muridnya
keren-keren, datang dari berbagai ras.
Cerita Lesbian Hari-hariku
biasanya diisi dengan sekolah, pergi ke tempat-tempat nongkrong anak
SMA, biasanya toko Fast Food, kerja sambilan sebagai pelayan di restoran
Oriental dekat rumahku (yang kadang-kadang juga tempat nongkrong
anak-anak seusiaku), kerja sukarela sebagai pengawas perpustakaan, serta
kegiatan ekstrakulikulerku sebagai anggota klub sepakbola wanita dan
kelompok drama. Ada beberapa anak dari Indonesia juga di SMA-ku, hanya
aku jarang bertemu dengan mereka di sekolah.
Baru-baru ini kelompok drama sekolahku mengadakan kunjungan wisata ke
Ibukota di Washington DC. Seorang gadis baru bernama Felicia baru saja
mengikuti kegiatan ini. Aku sebenarnya sudah beberapa kali melihat
Felicia di sekitar sekolah dan sudah lama merasa cukup iri dengan
kakinya yang panjang serta matanya yang tajam dan seolah selalu penuh
gairah. Felicia adalah seorang Latina, sebab kedua orangtuanya berasal
dari Puerto Rico. Saat pertama kali kulihat Felicia di sekolah, aku jadi
teringat dengan acara-acara TV minggu siang yang sering disaksikan oleh
pembantu dan supir di tempat kostku dulu di Bandung seperti Maria
Mercedes dan sebangsanya. Nah, saat perjalanan wisata ke Washington di
atas bis dan kebetulan duduk sebangku, kami berdua segera menjalin
persahabatan baru. Bercakap-cakap dengan Felicia benar-benar menarik
sebab dia benar-benar supel dan pintar berbicara. Di tengah diskusi
mengenai simpatinya terhadap kondisi Indonesia, kusempatkan diriku untuk
mengamati rupa teman baruku.
Cerita Lesbian Sepertiku, Felicia berbadan semampai. Rambut lurus
dan alisnya berwarna coklat muda, rambutnya sedikit lebih panjang dan
kulit Felicia jauh lebih pucat dari kulitku yang kuning. Bibirnya yang
berbentuk mungil berwarna merah muda dengan hanya polesan sedikit
lipstik saja dan bergerak-gerak secara menawan saat Felicia berbicara
dengan logat latinnya yang nikmat didengar. Seperti murid-murid
keturunan Spanyol lainnya di sekolahku, gaya berpakaian Felicia
benar-benar santai, seperti celana pendek, dan kaos oblong tangan
panjang, namun potongan depannya pendek yang berakhir di atas bagian
pusar, sehingga dadanya yang membusung membuatnya tampil benar-benar
feminin dan eksotik. Kaus kaki Miki Tikus warna putih menutupi sebagian
betis Felicia, sepatunya model santai seperti Converse, dan Felicia
mengenakan seuntai kalung perak sebagai aksesoris. Sementara telinganya
ditindik tiga dengan giwang-giwang kecil diatur artistik. Namun yang
bikin aku benar-benar seperti terhipnotis adalah tatapan mata biru
jernih Felicia yang menyorot tajam, mengundang, dan benar-benar hidup.
Jika ada yang mengamati, mungkin kami berdua akan tampak cukup menarik
sebab aku sendiri menjaga penampilanku cukup konservatif walaupun di
Indonesia mungkin lumrah saja melihat gadis remaja delapan belas tahun
mengenakan turtle neck, rompi dan rok selutut dan rambut kuncir kuda.
Tak lama setelah kami mulai berbicara, hilanglah sudah minatku terhadap
kunjungan wisata ini.
Sementara waktu berlalu, kami mulai saling menyentuh tangan atau kaki
satu dengan lainnya saat ingin menekankan apa yang kami bicarakan.
Sentuhan-sentuhan yang mulanya tanpa niat apapun ini lama-lama mulai
menelantarkan diri, sampai akhirnya, kami mulai berbicara mengenai seks.
Kami saling bertukar pengalaman, dan aku benar-benar terpesona oleh
perbedaan kebudayaan dan latar belakang kami berdua. Kata Felicia, dalam
masyarakat Hispanik (ras keturunan campuran Spanyol dengan penduduk
asli Amerika) sudahlah menjadi standar bagi remaja mereka untuk
kehilangan keperawanan atau keperjakaan pada umur sekitar 15 tahun.
Setahun di Amerika, banyak pandangan mengenai seks dan hubungan romantis
yang dulu kupunyai di Indonesia berubah menjadi sedikit lebih santai.
Walaupun aku masih belum sampai sejauh bersanggama, pacarku di sini
kadang-kadang menelusuri bagian-bagian tubuhku yang tadinya kuputuskan
‘off-limit’ bagi pacar. Biar bagaimanapun, toh aku masih orang Timur. Di
kota seperti New York, walaupun kebudayaan Barat lebih toleran terhadap
hubungan kelamin pranikah, toh umumnya remaja hanya berhubungan dengan
satu pasangan saja sekitar paling tidak enam bulan, mungkin karena
kewaspadaan terhadap penyakit. Mendengar penjelasanku mengenai norma
masyarakat di Indonesia, Felicia mengangguk-angguk, dan menyatakan bahwa
pandangan seperti itu ada baiknya juga. Dia pun kemudian mulai
bercerita mengenai pengalaman-pengalaman masa lalunya, sentuhan-sentuhan
nyasar kami semakin sering. Kami mulai saling menggoda secara fisik,
dan sebelum bis kami bergulir memasuki batas kota Washington DC setelah
hampir seharian perjalanan, hanya ada satu hal dalam benakku: untuk
berhubungan intim dengan Felicia.
Saat memasuki hotel, kami mengatur untuk membagi ruangan yang sama.
Senja itu, kami berkeliling dan melihat tempat-tempat bersejarah
terkenal. Selesai mandi dan makan malam, bersama sekelompok dari
murid-murid, aku dan Felicia pergi menyaksikkan sebuah film berjudul
“Scream”. Ketika di layar ditunjukkan sebuah bagian film yang
menakutkan, kami berdua saling berpegangan tangan dan Felicia memelukku
erat. Selesai bagian tersebut, Felicia meletakkan tanganku ke pahanya
yang tak tertutup. Kami berdua kebetulan memakai rok pendek, dan
beberapa menit kemudian Felicia mencoba merubah sikap duduk dan
merenggangkan kakinya, serta membimbing tanganku di antara kedua
kakinya. Lalu ia bergerak dan secara perlahan mengusapkan tangannya ke
bagian dalam pahaku. Kulepaskan pekikan kecil ketika Felicia menemukan
apa yang diinginkannya.
Cerita Lesbian Sementara kami berpura-pura menonton film,
kumain-mainkan rabaanku di celana dalam bagian depan milik Felicia
sampai kubuat dia basah sementara ujung jarinya bergeser naik dan turun
di bagian yang sama dari celana dalam milikku, mendorong kain yang tipis
itu ke dalamku. Tidak mengambil waktu lama sebelum kami berdua mulai
saling mencari satu sama lain. Kami mulai bernafas kencang dan berat,
dan tak bisa disangkal lagi, di udara mulailah muncul bau kewanitaan
basah yang cukup jelas tercium. Salah seorang gadis satu sekolahku duduk
di deretan belakang kami. Ia menggeser diri di antara bahu kami dan
berbisik, “Kalian berdua merpati cinta sebaiknya mulai berhenti sebelum
semua orang mulai menonton kamu dan bukan film ini!” Gadis itu betul,
kami benar-benar mulai terbawa situasi. Secara ogah-ogahan kami pun
berhenti. Pada menit yang sama Felicia menarik jarinya keluar dariku,
kusadari bahwa aku benar-benar menginginkannya kembali di dalamku.
Setelah mengatur nafas, Felicia mendekatiku dan berbisik, “Nanti!”
“Aku tak sabar menunggu”, bisikku balik, sedangkan hidungku menghirup
aroma intim Felicia yang membalut jariku. Kujilat bersih jariku dan
kugenggam tangan Felicia sampai pertunjukan berakhir. Pada saat itu aku
sudah benar-benar menjadi terangsang, sisa film yang kami tonton itu
tidak ada yang kuingat barang sedikit pun. Kembali ke hotel, kami
praktis berlari ke kamar kami, benar-benar tak sabar untuk melanjutkan
perbuatan yang terpaksa kami tinggalkan. Bergegas-gegas aku berganti
mengenakan kimono katun tidurku yang berwarna gelap dengan corak
tradisional Flores sementara Felicia menanggalkan kaos oblong dan rok
pendeknya. Baru kusadari bahwa selama ini Felicia tidak mengenakan bra.
Sementara aku bengong menatapi dada Felicia yang betul-betul mulus dan
berbentuk sempurna, Felicia memuji keindahan corak kimono katunku dan
memintaku untuk membawa oleh-oleh seperti itu jika aku kembali dari
Indonesia. Kutunjukkan sebuah cincin yang kubeli dari toko suvenir
Indonesia di dekat kedutaan sore hari itu pada Felicia. Direbutnya
cincin itu dan dia berkata,
“Hahah.. dapat!”
“Hey, kembalikan!”
Kukejar Felicia mengitari ruangan sampai akhirnya kutangkap dia di
pojokan. Tiba-tiba dibalikkan badannya dan di mukanya muncul raut nakal
sementara tangannya bertolak pinggang.
“Mana cincinnya?” tanyaku.
“Entah. Coba saja periksa sendiri”, kata Felicia sambil menunjukkan
kedua telapak tangannya yang kosong sambil tertawa-tawa kecil.
Cerita Lesbian Karena Felicia saat itu bertelanjang kecuali untuk
celana dalam model bikininya, hanya ada satu tempat untuk mencari.
“Kamu ini benar-benar nakal”, seruku sambil menatap matanya yang
bersinar-sinar bandel, benar-benar menikmati permainan kecil kami.
Pandanganku menyapu wajahnya yang karena berkeringat dan merona merah
terlihat benar-benar spektakuler, dengan ujung hidungnya yang runcing
dan lesung pipitnya yang molek. Lalu kuturunkan pandangan melewati
lehernya yang jenjang, dan dadanya yang naik turun. Sedikit gerah
setelah berlarian dalam kamar hotel yang bertemperatur sejuk itu membuat
puting Felicia yang berwarna merah muda segar menegak penuh. Kutatap
kembali wajahnya sementara kutautkan jariku ke bagian atas celana
dalamnya, menarik tali elastis di situ sampai nampak rambut-rambut
lembut lurus kecoklatan berjarang-jarang di bawah pusar Felicia.
“Di bawah situ, mungkin?” tanyaku.
“silakan mancing ikan.”
Felicia melangkah mendekati, cukup dekat untuk membuat dada kami
bergesekan. Perlahan kugerakkan tanganku lebih jauh ke bagian bawah dari
perut Felicia yang betul-betul rata dengan sedikit lengkungan feminin
dan menyelipkannya ke balik celana dalam Felicia. Ujung-ujung jariku
menyentuh rambut-rambut lembutnya dan gelitikan lembutku membuat postur
berdirinya lemas, menengadah dan mendesah.
“Apakah ini cukup hangat?” tanyaku.
“Betul, betul.”
Dipejamkannya kedua mata dan kepalanya semakin menengadah saat
jari-jariku bergeser lebih jauh ke bawah sampai seluruh permukaan
kelamin Felicia terlindung oleh telapak tanganku. Ia masih cukup lembab
hasil dari perbuatan kami di cinema. Cincinku yang hilang tentu saja
tersembunyi di celana dalamnya, namun aku tetap berpura-pura
mencari-cari benda tersebut.
“Dimana, sih cincin ini?” Kunikmati reaksinya terhadap sentuhanku, kudorong selangkangannya ke dalam telapak tanganku.
“Sepertinya perlu diselidiki lebih dalam, nih..” godaku. “Lebih dalam lebih baik”, Felicia menyahut sambil mengerang.
Cerita Lesbian Kubiarkan jemariku menerobos lipatan-lipatan
lembutnya dan segera kurasakan sumber kebasahannya. “Mungkin bersembunyi
di sini”, lanjut godaanku. Kedua dada kami saling menekan dan mulut
kami hanya terpisah jarak seinci. Benar-benar kuingin menciumnya, dan
kurasakan badanku bergetar, tak pernah dalam hidupku aku sedekat ini
dengan seorang gadis lain. Tapi kuputuskan untuk memperlambat permainan
kecil ini,
“Itu sih terlalu mudah”, kata Felicia.
“Perlu cari tempat persembunyian yang lebih bagus, nih.”
“Contohnya dimana?” kataku sambil menyengir lebar.
“Kira-kira berapa panjang lidahmu?” tanyanya.
Kuleletkan lidahku. “Kira-kira sejauh itu dalam vagina saya”, katanya dan kami berdua tertawa keras.
“Felicia, kamu ini benar-benar mesum. Kamu bakal menjadikan kita berdua sepasang lesbian lipstik!”
Secara lembut diremasnya bagian dada kimonoku, dan dibisikannya, “Oh,
kau pikir itu benar-benar hal yang jelek? Akui saja Lisa, kau sebetulnya
benar-benar ingin mencobanya, kan?” Bisa kurasakan kehangatan nafasnya
menghembus wajahku saat kami berdua saling bertukar pandang. “Well..”
Ujarku malu-malu, bermain ’susah dijerat’.
“Sepertinya sih sudah pernah kupikir hubungan lesbian mungkin satu atau dua kali.”
“Biar bagaimanapun”, kata Felicia,
“Semua orang tahu bahwa adalah wajar bagi cewek-cewek untuk
bereksperimen satu sama lain. Di samping itu, hampir semua cewek yang
saya kenal melakukannya setiap waktu. Tahu tidak?” ujarnya sambil
mempelajari rautku. “Apa?” kataku.
“Kau benar-benar cantik. Unik. Kau punya mata yang hitam benar-benar
menarik. Apalagi kau datang dari tradisi yang cukup kekolotan. Bikin kau
lebih mengundang. mm.. apakah rata-rata cewek Indonesia payudaranya
langsing seperti ini?”
“Uh, iya”, kataku, tak sadar kulonggarkan tali pinggang kimonoku,
mengakibatkan terbukanya bagian dadaku. Perlahan Felicia memijit kedua
puting payudaraku, dan kurasakan memanasnya di bagian antara kedua
pahaku.
“Toh lagi pula kita berdua perempuan, jadi nggak mungkin hamil. Sama
seperti kegiatan menggesek vagina sendiri..” lanjut Felicia.
Felicia memperkeras pijitannya, dan napasku mengencang, kuhirup udara
dengan tersendat-sendat, sementara untuk berdiri tegak aku mulai tak
mampu.
“Oh, kalau masturbasi, sih, aku benar-benar suka”, kataku.
“Bagus, sebab dengan cewek lain, masturbasi jadi jauuh lebih menarik dibanding sendirian.”
Disambarnya ikat pinggang kimonoku yang sudah memang longgar, menjadikan
seluruh tubuhku terekspos. Dengan penuh gairah dirangkulnya pinggangku
sementara kakiku menggeser, menyentuh langsung selangkangan Felicia yang
lembab.
Cerita Lesbian Tangan Felicia mulai melingkar, menjelajahi bagian
belakangku. Diiringi senyum nakalnya, Felicia menarik bagian belakang
celana dalamku, membuat bagian selangkangan celana dalamku menjadi
tertarik lebih ke dalam. Tekanan yang dirasakan oleh klitorisku yang
mulai membengkak hampir membuatku orgasme di tempat, sementara kurasakan
kedua badan kami seolah meleleh, bercampur satu sama lain. Tak lama
kemudian Felicia memasukkan lidahnya ke dalam mulutku, dan kulumat
dengan erat lidah kekasihku yang baru ini.
“Masih ingin main sembunyi cincin?” tanya Felicia menggoda.
“***** the ring!” (Persetan dengan cincin itu!) semburku sementara tanganku kembali menyelinap ke dalam celana dalamnya.
“I’d rather you ***** me instead”, sahut Felicia, suaranya menyerak seksi, nafasnya panas di telingaku.
“Lalu tunggu apa lagi?” kataku sembari meraih tangannya.
Kami pindah ke sebelah ranjang dan menanggalkan apa yang tersisa di
badan kami (kecuali celana dalamku). Felicia benar-benar terangsang,
cairan-cairan kelembaban mulai menetes dan bergulir di pahanya. Seluruh
tubuhku mulai bergetar penuh antisipasi, terlebih saat kubayangkan
betapa lezatnya jika kuletakkan kepalaku di antara kedua pahanya.
Felicia naik ke atas ranjang dan menyandarkan diri ke dinding. Lalu
dengan kedua jarinya dipisahkannya kedua bibir vaginanya, dan dengan
penuh nafsu kusaksikan jarinya yang lain menerobos masuk. Setelah
mengaduk-ngaduk beberapa saat jari lentiknya benar-benar basah, dan
Felicia mengeluarkan jarinya, mengacungkannya di depan mukaku, membuat
isyarat ‘mendekatlah’. “Ayo, kita bersenang-senang malam ini”, undang
Felicia seraya mengangkat kaki kirinya ke dekat wajahku dan
memain-mainkan jemari kakinya yang mungil. Ketika kutanggalkan celana
dalamku, kusadari bahwa bagian selangkangan celana dalamku ternyata
sudah kuyup. Tadinya hendak kulempar begitu saja celana dalamku itu,
namun Felicia berseru, “Tunggu Lisa, kesinikan kau punya celana dalam
itu!” Kulemparkan celana dalamku, dan segera setelah menyambutnya
Felicia mendekatkan celana dalam itu ke hidung mancungnya sembari
menghirup dalam-dalam aroma sekresi kewanitaanku. “Oooh, bau kamu
betul-betul sedap!”
Cerita Lesbian “Memangnya sudah kebiasaanmu, yah, menciumi celana dalam milik cewek lain?” tanyaku seraya tersenyum lebar.
“Oh, cuma mereka-mereka yang bakal saya entot”, katanya sambil mengedipkan sebelah mata.
Felicia mengusap-usapkan bagian selangkangan celana dalamku yang basah
kuyup ke hidung dan mulutnya sementara matanya mengawasiku, yang mulai
mengecupi jari-jari kakinya. Kususupkan lidahku di antara setiap jari,
kukulum, dan Felicia mulai tertawa-tawa geli campur nafsu. Lalu mulailah
kutelusuri kakinya yang panjang dengan bibirku, dan berhenti ketika aku
sampai di bagian dalam pahanya. Kujilat, kukecup, dan kugigit lembut
kulitnya yang putih mulus. Ya ampun, Felicia betul-betul lembut!
Kuciumkan kecupan-kecupan kecil mengitari kelaminnya, dan dengan susah
payah kutekan keinginanku untuk langsung menyelami kelamin Felicia
dengan mulutku. Dalam pikiranku, Felicia adalah perempuan pertama dalam
hidupku yang kujilat kemaluannya, maka ada baiknya kupastikan bahwa kami
berdua benar-benar terangsang dulu sebelum kukubur mukaku di
selangkangannya. Aku bergerak mendekati mulutnya. “Aku benar-benar butuh
kamu”, kataku. Felicia melingkarkan tangannya dan kami pun French
kissed.
Lalu Felicia perlahan mengangkatku, memposisikan kedua susuku di depan
wajahnya. Dikulumnya salah satu puting susuku di antara kedua bibirnya
dan mulutnya yang hangat menyedoti putingku, mengirimkan
gelombang-gelombang kenikmatan ke seluruh tubuhku. “Saya punya ide”,
katanya sambil terus menjilati. “Bagaimana kalau kita bolos saja dan
tidak usah ikut tur besok? Kita bisa mengunci diri di kamar ini dan
berasyik-asyikan seharian penuh.” Untuk membujukku, Felicia menyelipkan
tangannya di antara pahaku dan mulai mengusap-usap celahku.
Kusongsongkan pinggulku menyambut dua jari Felicia ke dalamku. Ia
melanjutkan menghisap payudaraku sekaligus jarinya menjalari vulvaku,
sedangkan aku hanya mendesah-desah mendorong-dorongkan kemaluanku
menyongsong tangannya. Kupejamkan mata dan kurasakan cairan kental
kewanitaanku menyemprot keluar saat ujung-ujung jari Felicia menjepit
klitorisku. Orgasme yang kurasakan betul-betul intens, sumpah mati saat
itu aku menyaksikan bintang-bintang.
“Kalau kita tinggal di ranjang sepanjang hari”, ujarku setelah pada akhirnya berhasil mengatur napas kembali,
“Kapan kita makan?”
“Kalau kamu lapar, kamu bisa lahap vagina saya saja.” jawab Felicia,
“Ah, kamu ini memang benar-benar nakal!” seruku dan kami berdua pun tertawa-tawa.
Cerita Lesbian Kemudian aku pun kembali menciumi tubuhnya,
menelusur kembali ke bagian bawah. Harum keringatnya membalut badannya,
dan aku benar-benar menikmati rasa keasin-asinan leher dan celah
dadanya. Puting payudaranya yang merah segar berbeda dengan milikku yang
berwarna coklat, dan saat kusedot kedua pentilnya, warna mereka berubah
menjadi gelap dan mengeras. Puting dada Felicia terlihat persis seperti
karet penghapus merah di ujung sebuah pensil, dan tampak kecil
dibanding ukuran dadanya yang paling tidak 36C. Pentilku sendiri
kira-kira sebesar uang 25 logam, dan menurutku pas untuk ukuran 32B-ku.
Kurasakan kedua ujung dadaku mulai menegak karena bersentuhan dengan
perut lembut temanku ini. Felicia merangkapkan kakinya mengitari
pinggangku, dan menyodor-nyodorkan selangkangannya, klitorisnya berusaha
mendapatkan sebanyak mungkin gesekan.
“Ya ampun. Lisa, kamu betul-betul membuat saya senewen”, kata Felicia
terengah-engah. Felicia mencoba menurunkan tangannya untuk mengelus-elus
kelentitnya sendiri, tapi segera kucegah.
“Sabar”, kataku.
“Yang satu itu akan kutangani sebentar lagi.”
“Saya benar-benar perlu kau ewe sekarang”, mohonnya.
“Jangan terlalu terburu-buru”, balasku seraya menyembulkan lidahku ke
dalam pusar Felicia, dan meninggalkan kecupan-kecupan basah menuruni
perutnya. Felicia mengangkat pantatnya mencoba membimbing mulutku ke
arah gerbang perempuannya. “Eat me, please!” jeritnya tak sabar.
Kurebahkan diri di antara kedua paha Felicia, kugunakan tanganku untuk
membuka lebar labianya. Kugunakan hidungku untuk membelah lipatan
kelaminnya dan menghirup dalam-dalam. Keharuman kelamin Felicia
menyengat inderaku. Aromanya jauh lebih terasa dibandingkan dengan bau
cairanku sendiri. Bibir dalam dari kemaluan Felicia yang berwarna merah
muda menyelinap keluar, dan sekresi kewanitaannya menjadikan bibir
tersebut benar-benar kontras dengan bibir luar kemaluannya yang berwarna
merah gelap. Lalu perlahan kutarik kulit pelindung kelentitnya,
menjadikan klitorisnya yang bengkak mencuat keluar, dan kucolek dengan
menggunakan jari telunjuk.
“Kau ini benar-benar centil tukang goda. Saya benci, deh”, rintih Felicia.
“Pembohong”, sahutku. Kelentitnya betul-betul keras dan tegang, dan
berdetak kencang saat kusentuh. Kutiup tonjolan ini, dan pinggul Felicia
terangkat, menyambut mulutku. Ia benar-benar basah, dan kuusapkan
seluruh wajahku di sekujur kelaminnya. Pipi, hidung dan mulutku
berlumuran cairan hangatnya. “Lisa, please”, minta Felicia, jemari
tangannya menelusuri rambut kepalaku. “Vagina saya butuh sekali.”
Akhirnya kuputuskan untuk memenuhi. Menarik napas panjang, kupejamkan
kedua mataku. Lidahku menelusur sepanjang garis celah kelamin Felicia.
Bibir-bibir lembut Felicia membuka dan kukecup tempat paling rahasia di
dunia, surga kecil di belahan paha seorang gadis. Kucicipi sari vagina
Felicia, dan rasanya ternyata lebih manis lagi daripada aromanya.
Kurenggangkan pahanya lebar-lebar dan kucelupkan lidahku ke dalam lubang
kecil merah muda yang hangat dan lembab milik temanku.
Dinding-dinding manis kemaluannya bergerak-gerak membuka dan menutup,
menjerat lidahku erat-erat. Aku menyedot dan menjilat bagaikan hidup
matiku bergantung kepadanya, memberikan Felicia orgasme terhebat yang
pernah dia alami. Mengunyah kelamin Felicia adalah mungkin hal paling
erotis yang pernah kualami. Aromanya memenuhiku dengan gairah saat
kujilat, kusedot, dan kutelan air keluarannya. Aku benar-benar tersapu
oleh kenikmatan terlarang dari berhubungan intim dengan seorang gadis
dan saat itu kuputuskan bahwa seks dengan lelaki jatuh ke nomor tiga
dalam urutan orgasmeku, setelah memakan vagina dan masturbasi.
Cerita Lesbian Felicia sudah hampir sampai di puncak ketika
kuperintahkan, “Berbaliklah, aku ingin jilat pantatmu.” Felicia segera
menurut dan tak lama kemudan aku menyaksikan kelaminnya yang indah dari
belakang, seluruh bagian kemaluannya merebak, dan sari-sarinya menetes
berjatuhan. Seperti seekor anjing, kuendus-endus Felicia dari belakang.
Kukecup gundukan-gundukan padat milik temanku, lalu kulebarkan keduanya,
dan kujilat pertengahannya dari atas ke bawah. Campuran dari
keringatnya yang keasinan, sirup liang surganya yang manis, dan rasa
keasaman dari anusnya adalah rangsangan yang tak ada duanya. Kuselipkan
kembali lidahku ke dalam kemaluannya, dan kumasukkan ujung hidungku ke
celah pantatnya yang terlihat berkerut.
Menjilat habis Felicia memberikanku dorongan yang kuat, namun juga
terasa sungguh lembut dan manis, sungguh feminin. Susah kubayangkan
sesuatu yang lebih indah dari dua wanita saling bercinta. Saat itu
kutemukan rahasia cinta-wanita dan aku pun ketagihan, rasanya ingin
merangkak ke dalam celah milik kawanku ini dan tinggal di situ
selamanya. Sementara kulumat dengan ganasnya, kumasukkan jari tengahku
ke dalam vaginaku sendiri. Lalu dengan mulut penuh menampung air liurku
dan cairan sekresinya kubasahi anus Felicia. Perlahan jari tengahku yang
basah terbalut pelumasku sendiri kudorong melalui kerutan lubang
pantatnya yang mungil. Felicia terasa benar-benar hangat dan lembut di
dalam dan aku bisa merasakan otot-ototnya berkontraksi untuk menahan
jariku di situ. Kudengar partnerku mengerang-erang dalam bahasa Spanyol
yang walaupun tak kumengerti namun ekspresi universal seorang gadis di
ambang orgasme bisa kupahami.
Felicia menutupi mukanya dengan sebuah bantal dan tak bisa berhenti
merintihkan jeritan-jeritan kenikmatan. “aah, Dios Mio!” serunya ketika
jari-jariku yang lain bergulir di klitorisnya. Dielus, dijepit, dan
diperah seperti itu membuat kelentit Felicia menjadi betul-betul
sensitif. Mengetahui bahwa kami berdua benar-benar dekat dengan puncak,
Felicia dengan cepat melempar bantal yang menutupi mukanya, dan
mengerang, “Seb.. sebentar.” Kuhentikan gerakanku dan didorongnya
tubuhku, menjadikanku telentang di ranjang dengan kedua kakiku
terkangkang lebar. Dengan gerakan cepat tangan kiri Felicia meraih
pergelangan kaki kiriku dan mengangkat, meletakkan kakiku di pundaknya
sementara dengan tangan kanannya mendorong lutut kananku, melebarkan
labiaku.
Cerita Lesbian Memposisikan bagian bawah dari tubuh langsingnya
di antara kedua pahaku, Felicia berkata, “Itilku dan itilmu.” Dengan dua
jari kutarik ke atas kulit depan klitorisku sementara Felicia melakukan
hal yang sama dengan klitorisnya sendiri, lalu Felicia pun bergeser
sehingga kedua kemaluan kami bertemu. Perasaanku saat itu tak bisa
dilukiskan dengan kata-kata. Melalui kerimbunan hitam rambut kelaminku
kulihat coklat lembut rambut kelamin Felicia sementara dadanya yang
putih mulus dan memerah karena gairah terlihat kontras bergesekan dengan
betisku yang kuning langsat. Kedua vagina kami, dengan labia yang basah
saling menghempas, saling menjalin, dan saling melelehi menjadi satu.
Felicia bergerak memutar-mutar selangkangannya dan kedua kelentit kami
yang mencuatpun saling bergesekan. “aah, ahh, yess.. yess”, kupejamkan
mata dan perlahan kuremas-remas dadaku dengan tanganku yang bebas.
“Oooh, ngh.. aakh”, kurasakan cengkeraman tangan Felicia meninggalkan
pergelangan kakiku saat ia menengadah dan tubuhnya mulai
terkejang-kejang. Kurasakan bagian bawah tubuhku bergerak-gerak seperti
kehilangan kontrol, maju mundur naik turun bagaikan piston. “Oooh..
yee.. eessh..!” seru kami bersamaan saat kedua kelentit kami saling
bergesekan dengan kencangnya. Tubuhku menggelinjang hebat, Felicia
mengejang dan terasa waktu pun menghilang saat secara bersamaan vagina
kami menyemburkan cairan kental orgasme.
Sekali, dua kali, dan tiga kali gelombang orgasme menghempas Felicia,
dan bahkan saat terbaring lunglai di sisiku pun tubuh seksinya masih
bergemetar. Kulingkarkan lenganku di bahunya, dan kurangkul kekasih
baruku erat-erat. Kukecup pipinya lembut. Felicia membuka matanya,
menyambar bibirku dan melumat mulutku. “Idih, kau berasa seperti
vagina”, katanya. “Ayo kita melarikan diri saja, dan bercinta
selamanya”, kusuarakan angan-angan di benakku. “Kedengarannya nikmat”,
balas Felicia. Kami kembali berciuman dan kurasakan tangan Felicia
kembali meraba-raba rimbunan hitamku yang sekarang benar-benar basah
kuyup tersiram sekresi kami berdua.
Cerita Lesbian Kubiarkan diriku pasif terbaring di pelukan
Felicia cukup lama sementara dia bermain dengan bagian bawahku.
Belaian-belaiannya lembut seolah ia menghapal seluruh tonjolan dan
lipatan-lipatan vaginaku. Lalu Felicia menelentangkan diri. “Ayo kita
ngentot lagi”, katanya sembari menggoyang-goyangkan tubuh mengatur
posisi. “Ayo duduk di muka saya”, perintahnya. Aku pun berlutut,
menunggangi kepalanya, dan mulai menurunkan kemaluanku ke wajah cantik
Felicia. Felicia memiliki lidah yang betul-betul panjang dan aku pun
mulah mendesah dan mengerang ketika ia melesakkan lidahnya ke dalamku
senti demi senti. Urat-urat dalam vaginaku otomatis mencengkram erat
lidah Felicia sementara pinggulku bergerak melingkar dengan perlahan,
benar-benar larut dalam ulasan lidah Felicia. Mulutku terasa kering dan
aku pun merasa betul-betul perlu melahap vaginanya lagi.
Kuputar posisiku, kurendahkan kepalaku dan kami bercinta dalam posisi
enam sembilan. Kembali kulimpahkan segala perhatianku ke kelamin
partnerku, menyibakkan labianya yang hangat, dan ketika kukecap pelumas
Felicia yang mulai mengucur kembali, kurasakan jarinya yang giliran
menjelajahi pantatku. Nafasku kembali terengah-engah sementara lidah
Felicia membelai-belai jauh ke dalam rahimku dan jarinya menjelajahi
bagian belakangku.
“Uuuh .. uungh .. unghh” seruku tertahan-tahan sebab mulut dan hidungku
terselimut ke perempuanan Felicia sementara dia pun mengeluarkan
suara-suara yang serupa. “Ah! Aah! aah! Lagi..” otot-otot vaginaku
menggeletar saat Felicia menggigit lembut klitorisku.
“Auh!”
“Yaah!” kurasakan geliginya mengitari kacangku.
“Oooh.. yeessh.. ssh..” kulingkari kelentitnya dengan bibirku dan kusedot keras-keras.
“Yes.. yes.. yee.. ee.. sh!”
“Yeesshh.. mmh.. mffh..” ujung lidah kami berdua mengulas-ulas kedua
kelentit dengan gerakan sangat cepat, kurasakan seluruh urat kedua
vagina kami mengencang dan mengendur di luar kontrol dan kami pun
kembali tenggelam, orgasme membanjir keluar.
Cerita Lesbian Setelah kembali mengatur nafas, kulepaskan diriku
dan kuhempaskan diriku di samping Felicia supaya kami bisa saling
bertatapan wajah. Dengan lengan dan kaki kami saling merangkum, kami
bersentuhan berciuman lembut, betul-betul kehabisan tenaga dan
kecapaian. “Mudah-mudahan besok saya bangun sebelum kau bangun”, katanya
setengah bermimpi. “Memangnya ada apa?” seraya menyibakkan rambutnya ke
samping, mengecupi pipi, hidung, dan kelopak matanya yang terpejam.
“Sebab, hal pertama yang saya ingin kamu lihat besok pagi adalah wajah
saya tersenyum di antara kedua pahamu”, jelasnya. Oh, rasanya sekarang
ini saya sudah jatuh cinta”, kataku lembut. “Sini, saya jaga biar tetap
hangat”, katanya sambil merangkum kemaluanku ke dalam telapak tangannya
yang memang hangat. Kukecup kembali bibirnya, dan sementara kami berdua
berpelukan erat, kunikmati kehangatan lembab semak-semaknya yang
bersandar ke pahaku. Setelah selama beberapa lama hanya desiran mesin
pendingin udara yang terdengar, melalui dinding terdengar suara-suara
dua orang gadis dari kamar sebelah. Tak mungkin tidak, mereka sedang
bercinta.
Cerita Lesbian “Kan, sudah saya bilang. Semua cewek berbuat hal
yang sama”, kata Felicia sambil tersenyum lebar. “Mungkin besok kita
perlu mengunjungi tetangga sebelah dan mengundang mereka untuk mampir”,
sahutku setengah tertidur.
“Tapi itu artinya saya harus membagi kau dengan mereka”, kata Felicia.
“Betul”, gumamku setengah bermimpi,
“Tapi ingatlah bahwa itu juga artinya kamu bakal punya tiga buah vagina
yang lembek dan basah untuk dilahap ditambah tiga mulut hangat untuk
melayanimu.”
“mm”, katanya sembari membasahi bibir.
“Betul juga. Mari kita beramah-tamah dengan mereka besok.”
Kami kembali berciuman lembut, dan tak lama kudengar desahan-desahan
indah dari kedua gadis sebelah kamar hotel kami. Akhirnya, gadis pertama
menjeritkan puncak kenikmatannya, diikuti segera dengan jeritan orgasme
temannya. Aku tersenyum sendiri, dan sebelum kami berdua jatuh
tertidur, kubalas merangkum kewanitaan Felicia dengan telapak tanganku,
menyongsong alam impian.demikian Cerita Lesbian Lisa Dan Felicia semoga membantu agan yang lagi konak
Home
»
»Unlabelled
» Cerita Lesbian Lisa Dan Felicia
Friday, January 11, 2013
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment