cerita dewasa: Ayah dan Tiga Anak Gadisnya
Aku
dan istriku tak pernah memiliki apa yang anda biasa sebut dengan
kehidupan seks yang menarik. Saat kami melakukan seks, biasanya hanya
dalam posisi yang wajar saja. Irama kehidupan seks kami yang boleh
kukatakan membosankan itulah, aku mulai berfantasi tentang ‘hal dan
orang lain’. Untuk bahan fantasiku, aku membiasakan menonton film porno
di malam hari setelah semua orang di rumah tidur.
Yang
mengejutkanku, kebanyakan film porno itu selalu melibatkan seorang
gadis muda. Dalam usia kepala tiga, aku tak pernah memikirkan wanita
yang lebih muda sampai aku menyaksikan film-film itu. Aku sadar kalau
ternyata gadis-gadis muda sangatlah panas.
Hal
lain yang menarik perhatianku adalah kenyataan kalau permainan lesbian
sangat populer. Aku mulai tertarik dengan gadis muda yang mencumbui
vagina gadis muda lainnya yang lembut, basah, dan biasanya tak berambut.
Melihat
film-film itu untuk berfantasi mulai mengubah kehidupanku. Aku
mempunyai tiga orang anak gadis yang beranjak remaja. Aku mulai
memperhatikan mereka, kulihat cara mereka berpakaian, cara jalannya, dan
segala tingkah laku mereka. Mereka menjadi obsesiku sendiri! Kuamati
lebih detil saat mereka bangun pagi untuk melihat putingnya yang
mengeras di balik pakaian tidur mereka. Kunikmati puting mereka yang
terayun saat mereka berjalan-jalan dalam rumah. Aku terus mengamati
mereka sampai semuanya beranjak menjadi seorang gadis muda yang
sempurna.
Yang
tertua adalah Irma. Dia mempunyai puting yang paling besar, branya
mungkin D-cup atau lebih besar. Dia sesungguhnya tak terlalu cantik,
tapi enak dipandang. Aku yakin teman-teman cowoknya banyak yang
memperhatikan dadanya. Irma juga mempunya pantat yang kencang dan besar.
Tapi meskipun dia yang paling tua di antara saudara-saudaranya, dia
sering bertingkah seperti gadis berusia separuh umurnya.
Yang
paling muda Tia. Tia mungkin yang paling cantik di antara ketiganya.
Masalahnya adalah dia pemalas, hanya duduk dan tak mengerjakan apa pun
sepanjang waktu. Jadi pantatnya menjadi melebar..? Putingnya baru mulai
tumbuh. Dan di samping itu dia tomboy, aku jadi mempertanyakan jenis
kelaminnya. Dia lebih suka berada di antara cowok daripada cewek.
Eva
yang di tengah, di antara anak-anakku, bentuk tubuhnya lah yang
terbagus. Bagiku, dia mempunyai tubuh dalam fantasiku. Dia memiliki
tubuh yang sempurna dengan bra B-cupnya, atau C-cup kecil. Rambutnya
yang panjang hingga melewati bahunya, dan matanya selalu nampak
mempesona. Masalahnya dia yang paling bandel. Selalu membuat masalah.
Dia juga sadar kalau dia punya tubuh yang bagus dan selalu memakai
pakaian yang memperlihatkan hal itu. Di antara anak-anakku, Eva lah yang
jadi bahan fantasi utamaku. Setiap kali aku menyetubuhi istriku, Eva
lah yang ada dalam benakku!
Kisah
ini bermula dengan Irma dan temannya Cindy. Cindy setahun lebih muda,
tapi mereka sangat akrab. Cindy selalu menginap di rumah kami setidaknya
sekali sebulan. Cindy sangat kurus, dadanya kecil, tapi sangat manis.
Suatu
malam saat Cindy menginap, aku mulai melihat film porno seperti biasa.
Suaranya kumatikan jadi aku dapat mendengar kalau ada orang yang
mendekat. Lagipula aku dengar suara berisik dari kamar Irma. Kupikir
mereka sedang sibuk dengan urusan gadis remaja dan begadang sampai pagi
ngomongin tentang cowok dan sekolah, atau apapun yang menjadi urusan
gadis seusia mereka. Entah bagaimana suara yang kudengar tak lagi
seperti orang yang sedang ngobrol. Kadang kudengar suara erangan.. Yang
lama-lama cukup keras juga.
Aku
mendekat ke pintu kamar Irma dan lebih mendengarkan apa yang tengah
terjadi. Dan benar! Itu suara erangan dan cukup berisik! Kalau saja
pintunya tak tertutup pasti kedengaran sampai luar dengan jelas. Lalu
aku dengar teriakan kenikmatan.
Kudorong
pintunya sedikit terbuka. Apa yang kulihat didalam sangat
mengejutkanku. Cindy dan Irma berbaring di lantai dengan Tia diantara
mereka. Kepala Cindy berada diantara paha Irma dan kepala Tia ada di
sela paha Irma..
Setelah
mataku dapat menyesuaikan dengan kegelapan kamar itu, kulihat dada Irma
bergerak naik turun dengan cepat karena nafasnya. Putingnya ternyata
lebih besar dari yang kubayangkan. Tangannya memelintir putingnya
sendiri saat Cindy menjilati kelentitnya dan dua jarinya yang terbenam
pada vagina Irma. Mata Irma terpejam dalam kenikmatan yang diberikan
Cindy.
Aku
terus memperhatikan mereka hingga paha Irma mencengkeram kepala Cindy
dan terlihat sepertinya dia akan ‘memecahkan’ putingnya sendiri saat dia
mendapatkan orgasmenya pada wajah Cindy. Kelihatannya Cindy juga telah
orgasme dalam waktu yang sama, karena dia mengangkatkan kepalanya dari
paha Irma dengan cairan vagina yang menetes jatuh di pipinya seiring
dengan tubuhnya yang mengejang dan kudengar sebuah umpatan keluar dari
bibirnya. Aku terkejut mundur saat kurasakan ada tubuh yang menekan
punggungku. Saat kutengok, kulihat Eva sedang berdiri di depanku. Eva
memandangku dengan mata indahnya dan bertanya..
“Apa Papa menikmatinya?” lalu dia melihat ke bawah dan meremas penisku yang sudah keras.
“Tak perlu dijawab, aku bisa lihat dan rasa Papa menikmatinya.”
“Kenapa
Papa tak lepas saja celana Papa dan bergabung dengan kami?” tanyanya
bersamaan dengan tangannya yang bergerak masuk dalam celanaku dan mulai
meremas penisku dengan pelan.
Dan sepertinya aku tak menginginkan hal lain selain ikut bergabung dengan anak-anakku, tapi..
“Papa nggak bisa, Mama kalian akan membunuh Papa.” Aku dengar suara Irma saat aku mulai menjauhi mereka.
“Papa nggak tahu apa yang Papa lewatkan!”
Sedihnya,
aku tahu apa yang telah kulewatkan. Aku telah melewatkan kesempatan
untuk mendapatkan tak hanya satu, tapi empat gadis muda yang panas.
Fantasiku hampir saja jadi nyata.
Aku
pergi ke kamarku dan berbaring disamping isteriku. Biasanya saat aku
dan isteriku melakukan hubungan seks terasa hambar. Kali ini saat aku
merangkak ke atas tubuhnya, kusetubuhi dia dengan keras dan cepat. Aku
keluar dalam beberapa menit saja, baru saja kukeluarkan penisku..
“Bagaimana denganku?” kudengar isteriku bertanya dan memegang penisku yang masih keras.
Dia
bergerak naik di atasku dan segera memasukkan kembali penisku dalam
vaginanya. Ini pertama kalinya dia berinisiatif. Dan kupikir ini juga
pertama kalinya dia di atas. Isteriku bergerak naik turun dan dapat
kurasakan tangannya yang mempermainkan kelentitnya saat dia bergerak
diatasku.
Melihat
isteriku yang berusaha meraih orgasmenya membuatku terangsang kembali.
Kuremas payudarnya, kubayangkan yang berada dalam genggamanku adalah
milik Irma. Kupelintir putingnya diantara jariku, keras dan lebih keras
lagi, tak mungkin menghentikan aku. Dia menggelinjang kegelian,
tangannya semakin menekan kelentitnya. Ini pertama kalinya kurasakan
cairan vagina isteriku menyemprot padaku. Orgasmenya kali ini terhebat
dari yang pernah didapatkannya. Aku jadi berpikir apa dia benar-benar
puas dengan kehidupan seks kami sebelumnya.
Isteriku
mulai melemah. Aku belum keluar kali ini, jadi kugulingkan tubuhnya
kesamping dan segera menindihnya. Langsung kuhisap putingnya dengan
bernafsu. Kusetubuhi dia dengan kekuatan yang tak pernah kubayangkan
sebelumnya. Aku mulai merasakan orgasmeku akan segera meledak. Saat
puncakku semakin dekat, kugigit putingnya sedikit lebih keras, yang
membawanya pada orgasmenya. Dan saat kurasakan dinding vaginanya
berkontraksi pada penisku, kutembakkan spermaku jauh didalam tubuhnya
untuk kedua kalinya dalam tiga puluh menit ini. Kuturunkan tubuhku dari
atasnya.
“Tadi sungguh hebat” kata isteriku.
“Seharusnya kamu lebih sering seperti tadi.”
Saat
aku bangun keesokan harinya, isteriku sudah tak ada di sampingku.
Tiba-tiba kejadian tadi malam kembali terbayang. Kupejamkan mataku
menikmatinya dan tanganku bergerak kebawah mulai mengocok penisku yang
mengeras. Aku hampir saja mendapatkan orgasmeku saat kudengar..
“Kenapa Papa tak membiarkan kami saja yang melakukan untuk Papa?”
Kubuka
mataku segera dan terkejut saat melihat Irma dan Cindy berdiri di pintu
kamarku. Orgasmeku tak dapat kucegah seiring dengan bayangan wajah
Cindy yang belepotan dengan cairannya Irma yang melintas di benakku.
“Ups, terlambat!” kata Irma saat mereka meninggalkan kamar.
Aku
langsung bangkit dan segera mandi. Aku hampir selesai mandi saat
tiba-tiba isteriku membuka pintu kamar mandi dan menyelinap masuk.
“Anak-anak sudah pergi. Ayo bersenang-senang.”
Isteriku
berjongkok di depanku dan memasukkan penisku yang masih loyo ke
mulutnya. Penisku mulai membesar dalam mulutnya karena rangsangan
lidahnya yang bergerak liar. Penisku makin membesar dan kurasakan kepala
penisku meluncur masuk ke tenggorokannya. Dia tak menariknya keluar dan
bibirnya semakin ditekankan ke rambut kemaluanku. Lalu kurasakan dia
mulai menelan, gerakan tenggorokannya serasa ombak hangat yang basah
pada penisku. Dan hal ini pertama kalinya bagi kami juga. Rasanya
sungguh dahsyat, sesuatu yang belum pernah kualami. Isteriku mempunyai
keahlian yang disembunyikan dariku.
Pelan-pelan
dikeluarkannya penisku dari tenggorokannya lalu dimasukkannya lagi
seluruhnya. Dia menatapku dengan penisku yang terkubur dalam mulutnya
dan dengan pelan dikeluarkannya lagi.
“Kamu menyukainya sayang?” tanyanya.
Sebelum
aku dapat menjawabnya dia melakukan hal itu lagi, menelanku seluruhnya.
Dia mulai menggerakkanya keluar masuk dalam mulutnya, dan tetap
memandangku saat dia melakukan itu. Isteriku mulai menaikkan temponya
hingga aku tak dapat menahannya lebih lama lagi saat tiba-tiba dia
berhenti..
“Hei, hei, tunggu dulu bung. Belum waktunya. Lubangku yang lain perlu dimasuki, tahu.” katanya.
Isteriku
berdiri dan berputar. Dia membungkuk di depanku, merapatkan pantatnya
padaku. Penisku terjepit di lubang anusnya maka kuarahkan pada
vaginanya.
“Siapa suruh mengalihkan senjatamu?” tanyanya.
“Kembalikan ke tempat semula!”
Dia
meraihnya dan lalu mengembalikan penisku ke anusnya, sesuatu yang
pernah kulakukan sebelumnya, tapi tidak dengannya. Pelan-pelan dia
mendorong pantatnya ke belakang. Kulihat barangku jadi bengkok karena
tekanan itu, kepala penisku mulai membelah lubang anusnya, tapi belum
masuk. Kemudian tiba-tiba masuk begitu saja, hanya kepalanya saja.
Dia
mengerang. Lalu, dia terus menekan ke belakang dan memperhatikan aku
memasukkan batang penisku seluruhnya. Aku tak dapat menolak rangsangan
ini, kuraih pinggangnya dan mendorong lebih keras lagi untuk memastikan
aku telah memasukinya seutuhnya. Kuputar pinggangku, memastikan dia
dapat merasakan setiap mili senjataku didalamnya, aku terpukau akan
pemandangan penisku yang terkubur dalam lubang anusnya. Lalu perlahan
aku bergerak mundur.
Saat
hampir seluruhnya keluar kemudian kutekan lagi ke depan. Berikutnya aku
benar-benar keluarkan penisku dan menggodanya, mengoleskan kepalanya
saja pada lubang anusnya. Lalu benar-benar kusingkirkan menjauh dan
melesakkan batang penisku kembali kedalam lubang anusnya. Aku bergerak
maju mundur dengan cepat. Pelan, cepat, pelan dan keras. Tak terlalu
lama orgasmeku mulai naik. Dia pasti dapat merasakannya karena dia mulai
memainkan tangannya pada vaginanya, berusaha untuk meraih orgasmenya
sendiri. Untung saja dia mendapatkannya sebelum aku.
Saat
kurasakan orgasmenya segera meledak, aku bergerak semakin liar.
Pantatnya bergoyang dalam setiap hentakan. Dia mulai mengerang dengan
keras seiring hentakanku terhadapnya. Tak kuhentikan gerakanku saat
orgasme merengkuhnya, milikku segera datang! Kudorong diriku sejauh yang
kubisa dan membiarkan spermaku bersarang dalam lubang anusnya. Isteriku
berteriak saat orgasme datang padanya secara berkesinambungan seiring
ledakan spermaku yang kuberikan padanya. Akhirnya, aku selesai, tapi dia
mendapatkan orgasme sekali lagi saat kepala penisku keluar dari jepitan
lubang anusnya.
Isteriku
membersihkan tubuhku lalu mendorongku keluar dari kamar mandi. Aku
melangkah ke kamar kami dan berganti pakaian. Baru saja aku selesai
memakai pakaian saat isteriku keluar dari kamar mandi dan muncul dalam
kamar.
“Tadi benar-benar indah” katanya.
“Mungkin kita harus mengulanginya lagi nanti. Sekarang keluarlah dan nonton TV.”
Anak-anakku,
tanpa Cindy pulang tak lama kemudian. Semuanya bertingkah normal. Aku
lihat pertandingan bola, dan mereka melakukan apa yang biasa mereka
kerjakan di hari Minggu sore.
Sisa
seminggu itu normal-normal saja. Gadis-gadis pergi ke sekolah dan
Isteriku pergi kerja seperti biasanya. Tak ada seorangpun yang bicara
atau menanyakan tentang kejadian minggu lalu. Isteriku terlalu letih
tiap malamnya sepulang dia kerja. Anak-anakku juga bersikap seperti tak
pernah terjadi apapun. Aku jadi mulai berpikir apakah itu hanya
khayalanku atau aku bermimpi tentang itu?
Saat
aku pulang kerja di hari Jum’at, anak-anaku meminta ijinku apa temannya
boleh menginap nanti malam. Cindy ingin meghabiskan kembali akhir
minggunya bersama kami dan Eva ingin temannya Ami bermalam juga. Aku
suka Ami. Dia anggun. Kalau saja aku masih remaja, aku pasti akan
mengajaknya kencan. Dia, seperti Eva, memiliki sosok sempurna. Bedanya
Ami memiliki wajah yang dapat membuatnya dengan mudah jadi seorang model
kalau dia mau.
Malam
harinya semuanya pergi tidur lebih awal. Mereka benar-benar ingin lepas
dari rutinitas hariannya, baik itu sekolah atau kerja. Saat kami bangun
hari Sabtunya, semua orang memintaku untuk mengadakan pesta kebun.
Maka, isteriku maengajak mereka semua pergi ke toko untuk belanja. Aku
beristirahat sejenak kemudian pergi mandi. Ada kerjaan menungguku saat
mereka pulang nanti.
Saat
mereka akhirnya pulang, sepertinya mereka memborong semua barang-barang
di toko. Aku bilang pada mereka kalau hanya aku saja yang memasak pasti
tak akan selesai. Bisa kacau jadinya. Akhirnya mereka bersedia berbagi
tugas. Dengan semua belanjaan yang mereka borong, memerlukan hampir dua
jam untuk memasaknya. Badanku bau asap dan terasa sangat letih. Saat aku
masuk kedalam rumah, tak ada seorangpun di ruang keluarga ataupun
dapur.
“Hey! Dimana kalian?” teriakku, “Saatnya makan!”
“Ya!” kudengar jawaban dari kamar Irma. Tapi tak ada seorangpun yang datang untuk makan.
“Hey, kalian sedang apa sih? Apa nggak ada yang mau makan?” tanyaku jengkel.
“Ada!” kembali hanya jawaban yang kudengar dari kamar Irma.
Aku
mendekat ke kamar Irma dan ternyata pintunya sedikit terbuka. Saat aku
menengok kedalam, kulihat para gadis dengan berbagai posisi tanpa
pakaian. Kudorong pintunya agar lebih terbuka.
“Apa yang kalian lakukan?”
“Sedang menunggu Papa.” Eva menjawab dan mendekat lalu menarik tanganku agar masuk.
“Kami membiarkan Papa minggu kemarin, tapi akhir pekan ini Papa tak akan dapat lolos dengan mudah.”
“Sudah Papa bilang. Mama kalian akan membunuhku!” tangkisku.
“Tidak, aku tak akan melakukannya!” kudengar suara isteriku saat kulihat dia mengangkat kepalanya di antara paha Irma.
“Gadis-gadis ini menginginkanmu! Bisa apa aku menolak mereka?”
Eva
menarik tanganku ke tengah kamar. Baru kemudian aku sadar kalau dia tak
mengenakan selembar benangpun. Kupandangi tubuhnya. Apa yang kusaksikan
ini jauh lebih baik dari yang kubayangkan. Payudaranya besar tapi
kencang dengan putingnya yang menunggu untuk segera dihisap.
“Bisa apa aku menolak mereka?” pikirku saat aku rendahkan tubuhku dan mulai menghisap puting itu.
Kurasakan puting Eva membesar dalam mulutku, lalu kutaruh diantara gigiku dan mulai menggigitnya pelan.
Saat
aku sedang sibuk dengan itu kurasakan ada tangan yang menarik turun
resletingku. Lalu tangan itu merogoh kedalam celana dalamku dan
mengeluarkan penisku. Aku melihat ke bawah dan kudapati Ami sedang
mengarahkan penisku ke mulutnya dan segera saja dihisapnya. Kutelusuri
lekuk tubuh Irma dengan tanganku sampai pada vaginanya yang tak
berambut, dan menyelipkan jariku padanya. Dapat kurasakan kehangatan
dalam vaginanya dan basah saat jariki kutekankan masuk dengan pelan. Aku
berusah untuk mendorongnya lebih dalam lagi, tapi terasa ada yang
menahan gerakanku. Eva memandangku..
“Ya,
Eva masih perawan, dan jari Papa adalah benda pertama yang memasuki
vagina Eva. Eva harap penis Papalah yang kedua.” aku membungkuk dan
mencium Eva, bibir kami seakan melebur bersama, sebuah ciuman yang
sempurna.
Sementara
itu, Ami masih mengoralku. Usahanya jelas berdampak padaku. Aku melihat
kebawah, kepalanya bergerak maju mundur pada batang penisku. Aku tak
ingin mengeluarkan sperma pertamaku dalam mulut Ami sedangkan ada
pilihan lainnya. Vagina perawan Eva dihadapanku. Maka kukeluarkan
penisku dari mulut Ami.
“Kita dapat melanjutkannya nanti.” kataku padanya.
Kudorong
Eva ke tempat tidur, menindihnya dengan lembut. Kucium dia lagi lalu
ciumanku bergerak ke sekujur tubuh telanjangnya. Kujilati lehernya, dan
kutinggalkan bekas disana agar dia mengingat kejadian indah ini
nantinya. Kemudian aku bergerak ke dadanya, menghisapi putingnya. Ini
mengakibatkan beberapa lenguhan keluar dari mulutnya. Saat kugigit
lembut putingnya dan punggungnya terangkat sedikit keatas karena
terkejut. Lalu turun ke perutnya hingga akhirnya bermuara pada vaginanya
yang tak berambut.
Kupandangi
sejenak lalu kubenamkan hidungku pada celahnya. Aroma yang keluar dari
vaginanya semakin membuatku mabuk. Saat kugantikan hidungku dengan
lidah, akibatnya jadi jauh lebih baik lagi. Saat ujung lidahku merasakan
untuk pertama kalinya hampir saja membuatku orgasme! Eva telah basah
dan siap untuk aksi selanjutnya. Penisku membesar dan keras hanya dengan
membayangkan apa yang segera menantiku didepan wajahku ini.
Ciumanku
bergerak keatas dan berlabuh dalam lumatan bibirnya lagi seiring dengan
kepala penisku yang menguak beranda keperawanannya. Eva mengalungkan
lengannya dileherku dan menjepit pinggangku dengan kakinya saat aku
berusaha untuk memasukinya lebih dalam lagi. Dapat kurasakan kehangatan
yang menyambut kepala penisku. Aku tak dapat menahannya lebih lama. Eva
sangat panas, basah dan rapat!
Pelan
namun pasti kutingkatkan tekananku pada vaginanya. Dapat kurasakan
bibirnya melebar menyambutku, ke-basahannya mengundangku masuk.
Kehangatan vaginanya membungkus kepala penisku saat aku menyeruak masuk.
Aku terus menekan kedalam dengan pelan meskipun aku ingin segera
melesakkannya kedalam dengan cepat seluruh batang penisku. Akhirnya
dapat kurasakan dinding keperawanannya, batas akhirnya sebagai seorang
gadis untuk menjadi seorang wanita seutuhnya. Kupandangi dia tepat di
mata.
“Sayang,
ini akan sedikit sakit, tapi Papa janji sakitnya hanya sebentar saja.”
kurasakan kakinya menjepit pinggangku lebih rapat saat aku merobek
pertahanan akhirnya. Akhirnya jebol juga dinding itu.
“Aargh!
Gila! Sakit, Pa!” katanya dengan mata yang berkaca-kaca. Vaginanya
mencengkeram batang penisku, ototnya bereaksi pada penyusup dan rasa
sakit.
“Tenang
sayang, sakitnya akan segera hilang.” dan kuteruskan menekan ke dalam
sampai akhirnya terbenam semua di dalamnya. Aku diam sejenak,
membiarkannya untuk beradaptasi.
“Gimana? Udah baikan?” tanyaku. Dia anggukkan kepalanya.
“Aku hanya merasa penuh, rasanya aneh. Tapi juga terasa enak berbarengan.”
Aku mulai menarik dengan pelan, hanya beberapa inchi, dan kemudian mendorongnya lagi dengan lembut.
Aku
khawatir menyakitinya, tapi dalam waktu yang sama aku tak ingin segera
menembakkan spermaku. Aku ingin menikmati rasa vaginanya selama mungkin.
Kurasa dia mulai dapat menikmatinya, kepalanya mendongak ke atas dan
matanya terpejam.
Kupercepat
kocokanku, menariknya hampir keluar dan menekannya masuk kembali dengan
pelan, menikmati rasa sempit vaginanya pada penisku. Eva mulai memutar
pinggulnya seiring hentakanku. Tempo dan nafsu kami semakin meningkat
cepat. Kurendahkan tubuhku dan mencium lehernya dan bahunya. Tiap
gerakan tubuh kami mengantarku semakin dekat pada batas akhir.
“Ya Pa! Ya! Rasanya Eva hampir sampai!”
“Papa
juga sayang!” Dan kulesakkan ke dalamnya untuk yang terakhir kali.
Menekan berlawanan arah dengannya mencoba sedalam mungkin saat
kuledakkan sperma semprotan demi semprotan kedalam vaginanya. Dapat
kurasakan cairan kami bercampur dan meleleh keluar dari vaginanya menuju
ke buah zakarku.
Tubuh
Eva bergetar di bawahku, tangan dan kakinya mendorongku merapat
padanya. Pelan kutarik dan kudorong lagi semakin dalam padanya saat
persediaan spermaku akhirnya benar-benar kosong. Kutatap matanya lalu
menciumnya.
“Eva, ini adalah seks terbaik yang pernah Papa dapatkan.” aku lupa kalau kami tak sendirian dikamar ini.
“Aku dengar itu!” kata isteriku.
“Kita akan lihat apa kita bisa mengubah anggapanmu itu!”
Dengan para gadis-gadis itu dalam kamar ini, aku sadar ‘kesenanganku’ baru saja akan dimulai.
Sunday, March 23, 2014
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment